Japar: Tadi pagi kamu nonton berita di tivi nggak, Tip?
Lantip: Tivine sopo Mas? Mas Japar ini kok bisanya menghaina, rumahku itu listriknya aja masih byar pet, kok mau dipasangi tivi.
J: Haiyah, pancen kowe ki ora mutu kok. Jaman sekarang, kalo nggak punya tivi, namanya itu nggak mau maju. Pasti kamu ya ndak tau tho, bencana Aceh itu?
L: Lho, kalo bencana Aceh itu siapa yang ndak tau Maaas. Wong korbannya banyak banget je Mas, jabang bayi, 100 ribu Mas. Kampungku aja orangnya ndak sampe segitu Mas.
J: Lha ya itu yang masuk tivi tadi pagi, Tip. Korbannya itu kok ya ndilalah, kebanyakan itu orang tua lho. Jadi sekarang banyak anak itu jadi yatim piatu mendadak. Ribuan lho jumlahnya, Tip.
L: Wah, lha terus piye, gimana itu nasibnya, Mas?
J: Dipelihara oleh negara, Tip. Masuk panti asuhan. Atau diangkat sama orang tua asuh yang seiman.
J: Lho, lha iya no, Tip. Orang tua angkatnya ya harus seiman, kalo enggak nanti gimana. Seiman itu kan buat menjaga anaknya sendiri tho, Tip.
J: Menjaga apanya tho Mas? Apa kalo nggak seiman itu anaknya bakal digebuki?
L: Ya enggak. Kamu itu ya aneh-aneh aja.
L: Tapi tadi Mas bilangnya ribuan anak gitu. Apa ya masih cukup waktu buat seleksi-seleksi iman segala Mas?
J: Kamu itu kok tak bilangi nggak percaya. Memang harus gitu. MUI sendiri yang bilang lho, Tip. Di tivi mereka bilang, katanya biar anak-anak itu nggak kehilangan akar budaya syariat mereka. Bener tho? Coba kalo yang ngadopsi nggak seiman, darimana belajar syariatnya?
L: Oalah Mas, itu bayi membhik-membhik nangis apa ya mau diajari syariat. Butuhnya obat, susu, bubur bayi, bagusnya ada embok barunya sekalian, Mas.
J: Ya boleh saja kalo mau dikasih susu sama embok baru, tapi ya pokoknya embok sama bayinya itu harus seiman.
L: Lha taunya gimana kalo seiman Mas? Mosok mau diinterogasi bayinya? Bayinya masih cilik je.
J: Embuh, pokoknya seiman.
L: Hahaha, kok diktatornya keluar Mas, kayak jaman peodal aja, "pokoknya, pokoknya."
J: Yo ben, biar aja, wong kamu ngeyel terus gitu.
L: Itu lho Mas, pisang gorengnya Lastri baru mateng, masih anget mebhul-mebhul. Tak traktir sini.
J: Gundulmu anget, itu panas namanya.
L: Hahahaha... .